Btw biasanya pake footnote, but since gue emang gak gitu peduli juga rapi enggaknya kayaknya ini bakal jadi somewhat aneh aja karena endnote, tapi ya sudahlah.
Bahan
Utama: Peter A. Gourevitch, Yet More Hard
Times? : Reflections on the Great Recession in the Frame of Earlier Hard Times,
(Cornell University Press: 2013), hlm. 253-275.
Awal Keruntuhan Ekonomi Global?
Apakah krisis yang
terjadi di Amerika Serikat pada 2008-2010 adalah awal dari berakhirnya tatanan
ekonomi global? Ketika melihat krisis tersebut, sebenarnya kita harus melihat
jauh sebelum periode dimana default kredit
perumahan terjadi secara masif kala itu untuk memahami apa yang sebenarnya
menjadi penyebab krisis yang berdampak global tersebut, tulisan ini akan
mengulas krisis 2008 dengan bahan utama yaitu tulisan dari Peter Gourevitch.
Tulisan ini akan dibagi menjadi tiga: (1) rangkuman dari tulisan Gourevitch;
(2) perbandingan tulisan Gourevitch dengan penulis lain yang akan disertai
argumentasi dari tulisan ini; dan (3) kesimpulan sebagai penutup dari tulisan
ini.
Pertama, merangkum argumen Gourevitch mengenai krisis
2008, Gourevitch menyatakan bahwa krisis tersebut menghantam sentralitas
finansial, dan ‘ledakan’ ini telah menjadi penurunan ekonomi terhebat setelah the Great
Depression pada 1929 hingga 1930-an[1] ,dan
efek krisis 2008 ini dapat dirasakan di seluruh dunia.[2] Gourevitch
pun menyatakan awal mula krisis kala itu adalah kebijakan Amerika Serikat yang
terlalu santai mengenai kredit, kebijakan fiskal, substantial leveraging, dan inovasi finansial.[3]
Asumsi dasar Gourevitch mengenai tenaga pendorong krisis 2008 adalah regulasi
mikroekonomi dalam sektor finansial yang membuat kekuatan makroekonomi dari
gelembung ekonomi (bubble) meledak.[4]
Sebagai tulisan penutup pada buku Politics in Hard Times (PHT), menurut Gourevitch, PHT memiliki fokus utama pada kebijakan-kebijakan makro: teori
neo-klasik, perlindungan perdagangan, manajemen permintaan, dan kebijakan
industri, namun demikian, hanya sedikit fokus yang diberikan pada
institusi-institusi keuangan, tata kelola perusahaan, buruh, dan pendidikan.[5] Akan
tetapi, berbeda dengan fokus PHT, seperti
yang dinyatakan Gouveritch, dirinya lebih menekankan pada bingkai mikroekonomi
dengan fokus struktur internasional untuk beragam pasar yang menciptakan
ekonomi.[6]
Kedua, setelah melihat garis besar premis yang diberikan
oleh Gourevitch, maka akan menarik untuk menganalisis sejauh mana premis
tersebut dapat dibuktikan, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuktikan
awal mula, dan to what extent
sebenarnya krisis 2008 itu terjadi sehingga dapat menjawab pertanyaan pada pembukaan
tulisan ini.
Untuk memulai bagian analisis ini, tentu saja hal yang
harus diketahui adalah prinsip permintaan dan penawaran, sederhananya seperti
berikut: “jika harga naik, maka permintaan menurun, jika permintaan turun, maka
persediaan bertambah, jika persediaan bertambah, maka harga akan turun” dengan
pernyataan seperti ini akan terjadi ekuilibrium (harga keseimbangan). Setelah
melihat prinsip permintaan dan penawaran, maka kita dapat melihat apa yang
sebenarnya terjadi sebelum krisis 2008, dan akhirnya menjadi penyebab krisis
kala itu.
Pada akhir tahun 2000, suku bunga yang ditetapkan the Fed
(bank sentral Amerika Serikat) adalah sebesar 6.5%, dan hal ini dimanfaatkan
para investor untuk menyimpan uangnya di bank dengan mendapatkan treasure bill namun demikian pasca
kejadian 9/11, the Fed menurunkan suku bunga dalam rangka menggairahkan dunia
usaha, yaitu pada November 2003 menjadi 1% agar masyarakat Amerika Serikat
menggunakan uangnya untuk berinvestasi dibandingkan menyimpan uangnya di bank,
karena mereka justru dapat memanfaatkan suku bunga rendah ini untuk mendapatkan
kredit murah.[7]
Hal ini dimanfaatkan sejumlah pialang di Wall Street yang melakukan leverage; cara meminjam uang dalam
jumlah besar dari bank, untuk digunakan membeli properti, yang kemudian akan
dijual kembali untuk mendapatkan keuntungan berlipat. Hal ini meningkatkan
permintaan investasi properti di Amerika Serikat, peluang ini pun diambil oleh
pialang di Wall Street untuk menjadi penghubung antara keluarga yang ingin
membeli rumah dengan pemimjam uang untuk membayar down payment (DP) sesuai
yang telah disepakati dengan peminjam uang yang telah membeli rumah-rumah
tersebut, sebagai tanda transaksi, maka keluarga tersebut akan mendapatkan mortgage (surat gadai).
Setelah itu terjadi, maka peminjam uang akan dihubungi
oleh bank investasi, yang menginginkan properti yang dimiliki peminjam uang,
properti pun dihargai dengan nilai yang tinggi, setelah itu bank investasi
terus meneruskan pembelian atas sejumlah properti lainnya dan mengumpulkan mortgage dari properti-properti
tersebut, sehingga kemudian kepada bank investasi ini masyarakat Amerika harus
melakukan pembayaran.
Penjualan properti tersebut sebenarnya dikategorikan
menjadi Collateralized Debt Obligation (CDO), yang intinya akan membagi tipe investasi properti ini ke dalam kategori aman, menengah, dan beresiko. Setelah the Fed menaikkan kembali suku bunga pada sekitar 2007, [8] sebenarnya hal itu telah menurunkan harga rumah dan menyebabkan sebagian pemilik rumah menjadi default alias tidak mampu membayar rumah mereka hingga akhirnya rumah pun menjadi hak milik dari peminjam. Dalam kondisi di mana hanya sedikit pemilik rumah yang mengalami default, maka peminjam pun semakin menjadi melunak dalam memberi izin CDO; misalnya saja tidak perlu membayar Down Payment, ataupun menunjukkan keterangan pendapatan, sehingga sejumlah pemilik rumah sebenarnya secara finansial tidak mampu membayar kewajibannya.
Hal tersebut menjadikan default terjadi secara massal, dan karena default terjadi secara massal, maka harga rumah langsung menurun secara drastis, pada akhirnya menyebabkan pemilik rumah yang bahkan masih mampu membayar cicilannya memilih untuk tidak meneruskan membayar karena jumlah cicilan sudah jauh melebihi nilai rumah yang telah berkurang secara signifikan. [9] Sehingga ketersediaan rumah menjadi jauh lebih banyak daripada permintaan, akibatnya sejumlah bank investasi yang sebelumnya telah berhutang kepada sejumlah pihak pada akhirnya gagak membayar hutang dan bangkrut (contoh terbaik adalah kebangkrutan Lehman Brothers pada September yang sebelum krisis 2008 tersebut adalah bank investasi terbesar nomor empat di Amerika Serikat. [10]
Hal tersebut menjadikan default terjadi secara massal, dan karena default terjadi secara massal, maka harga rumah langsung menurun secara drastis, pada akhirnya menyebabkan pemilik rumah yang bahkan masih mampu membayar cicilannya memilih untuk tidak meneruskan membayar karena jumlah cicilan sudah jauh melebihi nilai rumah yang telah berkurang secara signifikan. [9] Sehingga ketersediaan rumah menjadi jauh lebih banyak daripada permintaan, akibatnya sejumlah bank investasi yang sebelumnya telah berhutang kepada sejumlah pihak pada akhirnya gagak membayar hutang dan bangkrut (contoh terbaik adalah kebangkrutan Lehman Brothers pada September yang sebelum krisis 2008 tersebut adalah bank investasi terbesar nomor empat di Amerika Serikat. [10]
Dapat dilihat bagaimana berbedanya tujuan antar aktor
dalam contoh Amerika Serikat ini, dengan banyaknya jumlah aktor yang terlibat
maka kerjasama menjadi semakin sulit,[11]
seperti yang disebutkan oleh Kenneth Oye dalam menjelaskan ‘kerjasama’ dalam
anarki yang dapat dibandingkan dengan kondisi Amerika Serikat yang telah
dituliskan sebelumnya dimana terjadi situasi para aktor ingin mencoba
mendapatkan relative gains sebanyak
mungkin. Hal ini dapat menyebabkan hal semakin bertambah buruk, ketika,
perusahaan Amerika yang tengah mengalami gejolak ekonomi di dalam negeri harus
menghadapi produk dari negara lain, yang mampu membayar pekerja mereka lebih
murah sehingga mampu menjual produknya dengan harga sangat bersaing di Amerika
Serikat. Akibatnya, cara termudah bagi perusahaan Amerika untuk bersaing dengan
produk-produk dari negara tersebut adalah dengan ikut menyebarkan lahan
usahanya agar mampu membayar upah pekerja secara lebih murah pula, akibat yang
terjadi adalah semakin banyak pengangguran karena perusahaan berekspansi,
menaikkan persentase pengangguran Amerika Serikat dari 5.0% pada Desember 2007,
menjadi 9.5% pada Juni 2009.[12].
Dampaknya adalah pendapatan Amerika Serikat dari pajak berkurang, dan
pengeluaran yang harus mereka keluarkan melalui program social aid/government benefit terus membengkak.[13]
Pengeluaran yang terus membengkak ini mengakibatkan Amerika Serikat harus terus
berhutang kepada sejumlah negara, bank, investor, sementara secara bersamaan
Amerika mengalami perpaduan inflasi dan resesi, yaitu stagflasi.
Melihat sejumlah aktor disini: pemerintah Amerika
Serikat, pemerintah negara peminjam bantuan, investor, dan bank, dapat dilihat
bahwa sebenarnya hubungan yang terjadi diantara para aktor ini adalah hutang
diantara sesamanya, dimana akan sangat beresiko apabila salah satu pihak tidak
mampu membayar tagihannya; contohnya jika investor tidak mampu membayar
tagihannya maka perusahaan tidak akan mampu membayar tagihannya (termasuk
karyawannya), jika bank tidak mampu membayar hutangnya maka nasabah mereka
tidak akan mampu mengambil kredit atau bahkan hanya mengambil tabungan pun
tidak akan bisa, jika pemerintah negara lain tidak mampu membayar tagihannya
maka hal sama akan terjadi pada perusahaan maupun bank mereka. Jika terjadi
efek domino karena kegagalan pembayaran, maka ada kemungkinan besar akan
terjadi kolapsnya ekonomi global; suatu kemungkinan yang sayangnya Gouveritch
kurang gambarkan atau bahkan kurang sadari di dalam tulisannya.
Sebagai kesimpulan, sebenarnya dapat dilihat bahwa krisis
yang terjadi pada 2008 tersebut disebabkan oleh masalah yang sangat
fundamental, yang bahkan sampai sekarang terus menyebabkan pemerintah Amerika
Serikat defisit setiap tahunnya, akan tetapi artikel dari Gourevitch, harus
diakui memiliki data yang sangat menarik, namun tampak tidak terlalu membuka
diri terhadap ekses-ekses yang mungkin terjadi di masa depan yang disebabkan
oleh krisis ini. Sampai sejauh mana krisis tersebut terjadi? Sebenarnya kita masih
mengalami krisis tersebut hingga hari ini. Apakah kolapsnya perekonomian global
dimungkinkan? Jika melihat kondisi saat ini, dan bagaimana ‘mudahnya’ suatu
negara terguncang sebesar Amerika Serikat terguncang oleh masalah yang diawali
oleh sebagian kecil orang di Wall Street, hal itu lebih dari mungkin untuk
terjadi dalam waktu yang akan datang.
Referensi
Blinder, Alan S.
dan Mark Zandi “How the Great Recession Was Brought to an End”, (27 Juli 2010),
hlm 1-22
Gouveritch, Peter. Yet
More Hard Times? : Reflections on the Great Recession in the Frame of Earlier
Hard Times, (Cornell University Press: 2013), hlm. 253-275.
Horwitz, Steven. “Causes
and Cures for the Great Recession”, The
Institute of Economic Affairs, (Juli 2012), hlm. 6
Oye, Kenneth A. “Explaining Cooperation under Anarchy:
Hypotheses and Strategies”, World
Politics, Vol. 38, No. 1 (Oktober 1985), hlm.1-24
U.S Bureau of Labor
Statistics. “BLS Spotlight on Statistics”, (Februari, 2012), hlm. 1-17
Verick, Sher. dan
Iyanatul Islam, “The Great Recession of 2008-2009: Causes, Consequences, and Policy
Responses”, (Mei 2010), hlm. 3-60
[1] Alan S. Blinder dan Mark
Zandi, “How the Great Recession Was
Brought to an End”, (27 Juli 2010), hlm. 2
[2] Peter Gouveritch, Yet More Hard Times? : Reflections on the
Great Recession in the Frame of Earlier Hard Times, (Cornell University Press, 2013), hlm. 253
[7] Steven Horwitz, “Causes and Cures for the Great Recession”, The Institute of Economic Affairs, (Juli 2012), hlm.6
[10] Sher Verick dan Iyanatul Islam, “The Great Recession of 2008-2009: Causes,
Consequences, and Policy Responses”, IZA
Bonn, (Mei 2010), hlm.4
[11] Kenneth A. Oye, “Explaining Cooperation
under Anarchy: Hypotheses and Strategies”,
World Politics, Vol. 38, No. 1 (Oktober 1985), hlm.4